(Minghui.org) Saya memiliki anggapan tentang pernikahan saya: Saya tidak berutang apa pun kepada suami saya. Keluarga saya lebih makmur daripada keluarganya. Ketika kami menikah, kami tidak punya rumah, mobil, bahkan cincin kawin. Pernikahan dan resepsi diadakan di rumah orang tua saya, dan keluarga saya yang menanggung semuanya.
Setelah kami menikah, suami saya terus-menerus mengkritik saya. Kami membuka toko ketika anak kami hampir berusia satu tahun—dia mengendalikan uang dan membelanjakannya sesuka hatinya. Dia membeli rumah dan mobil tanpa berkonsultasi dengan saya. Dia sering berkata, "Pendapatmu tidak penting. Saya hanya memberi tahumu, bukan mendiskusikannya denganmu."
Terkadang saya bahkan tidak bisa mendapatkan biaya hidup keluarga bulanan sebesar 2.000 yuan tanpa pertengkaran. Suatu hari saya membentak dan berkata, "Kalau kamu tidak mau memberi saya uang, saya menyerah saja. Kamu beli saja bahan makanan. Saya akan masak apa pun yang kamu bawa pulang."
Dia membalas, "Kenapa saya harus belanja bahan makanan?!"
Dia terus-menerus mengeluh tentang saya dan mencari-cari kesalahan dalam semua yang saya lakukan. Saya mencari ke dalam diri saya tetapi tidak dapat menemukan akar permasalahannya.
Saya memilih menikah dengannya justru karena dia seorang praktisi, berharap kami dapat maju bersama dalam kultivasi. Namun, setelah kami membuka toko, dia sering melarang saya bergabung dengan kelompok belajar Fa, dengan alasan bahwa itu mengganggu bisnis kami. Dia kemudian melarang saya keluar untuk mengklarifikasi fakta tentang penganiayaan, lagi-lagi dengan alasan mengganggu operasional toko.
Saya menyarankan, "Kalau kamu tidak mau saya bergabung dengan kelompok belajar, bagaimana kalau kita membaca bersama di rumah pada malam hari?"
Dia menjawab, "Saya terbiasa belajar sendiri. Kita harus tetap seperti itu."
Saya mencari ke dalam diri saya dan mencoba berbagi pemahaman saya dengannya, tetapi dia tetap keras kepala. Semakin ia terikat dengan toko, semakin sedikit uang yang ia hasilkan. Setiap kali ia memiliki sedikit tabungan, uang itu akan digunakan untuk investasi yang gagal atau dihabiskan untuk perluasan proyek dan relokasi toko. Ketika investasinya gagal, ia tidak mengizinkan saya bicara sepatah kata pun.
Kami juga sering berdebat tentang kegiatan klarifikasi fakta saya. Ketika saya mengatakan bahwa saya akan menghabiskan dua jam setiap pagi untuk berbicara kepada orang-orang tentang Dafa, ia menjadi marah dan bahkan mengancam akan bercerai. Saya sangat marah dan bertanya-tanya mengapa ia berperilaku tidak seperti seorang praktisi. Saya merasa terjebak dalam lingkaran setan.
Baru setelah seorang rekan praktisi berkata, "Cara anda menjelaskan berbagai hal membuat saya berpikir bahwa kekuatan lama sedang menganiaya anda." Hal ini menyadarkan saya, dan tubuh saya gemetar. Sejak saat itu, saya mulai secara bertahap mengubah perspektif saya menjadi seorang praktisi sejati.
Saya menyadari bahwa bukan suami saya yang menghalangi saya berpartisipasi dalam belajar Fa bersama atau mengklarifikasi fakta kepada orang lain, juga bukan dia yang menolak belajar Fa bersama saya. Semua tindakan dan perilaku yang tidak sesuai dengan Fa bukanlah jati dirinya yang sebenarnya—semua itu adalah hasil dari konsep, keterikatan, dan pengaruh unsur-unsur jahat yang ia miliki. Saya dengan tegas menolak membiarkan hal-hal ini mengganggu saya.
Saya memancarkan pikiran lurus untuk membersihkannya dan, pada saat yang sama, saya mencari ke dalam diri untuk mengidentifikasi pikiran dan keterikatan saya sendiri yang tidak selaras dengan Fa. Saya mengingatkan diri sendiri bahwa saya adalah dewa yang berjuang untuk memenuhi standar alam semesta baru. Konsep dan keterikatan itu bukanlah saya!
Saya terkejut menemukan ribuan pikiran berkelebat di benak saya setiap hari. Saya mulai fokus mengolah setiap pikiran, menangkap pikiran yang tidak lurus dan menghancurkannya dengan melafalkan kata miek (musnah).
Setiap kali sebuah pikiran muncul, saya dapat segera mengidentifikasi keterikatan di baliknya dan melenyapkannya. Saya menemukan bahwa setiap pikiran lurus yang saya pancarkan membawa energi yang kuat.
Ketika saya memancarkan pikiran lurus di masa lalu, pikiran saya seperti panci mendidih yang meluap dengan segala macam pikiran. Namun ketika saya mulai mengolah setiap pikiran dan niat, pikiran saya menjadi tenang. Saya jarang memiliki pikiran yang mengganggu, dan saya tidak lagi bermimpi ketika tidur. Dan ketika saya membaca Fa, saya benar-benar menghayatinya.
Seiring saya perlahan-lahan memilah-milah masalah ini, lingkungan keluarga saya mulai berubah. Ketika saya pergi ke rumah seorang rekan praktisi dan memberi tahu suami saya bahwa saya akan kembali sekitar pukul lima sore, raut wajahnya menjadi muram.
Saya kemudian menatap matanya dan diam-diam mengarahkan sebuah pikiran kepada unsur-unsur jahat di belakangnya: Jika kamu mengganggu saya lagi, saya akan memusnahkanmu. Dengan pikiran itu, raut wajahnya langsung berubah, dan dia dengan tenang berkata, "Kalau begitu berikan saya kunci sepeda listriknya. Saya akan menjemput anak kita."
Seiring pemahaman saya tentang Fa di bidang ini semakin jelas, gangguan di rumah pun sirna. Saya mampu mengatur waktu dengan baik dan mendapatkan kebebasan untuk belajar Fa dan pergi keluar untuk mengklarifikasi fakta. Setelah menutup toko di malam hari, kami pulang dan membaca Fa bersama.
Gangguan terhadap kultivasi saya berhenti, tetapi konflik keluarga masih sesekali muncul. Saya tahu saya menyimpan dendam yang mendalam terhadap suami saya, tetapi saya juga tahu dendam itu bukanlah jati diri saya yang sebenarnya—tetapi saya tidak bisa menyingkirkannya.
Saya kemudian mengubah perspektif saya: Saya harus memperlakukannya dan semua orang di sekitar saya dengan tulus; itulah seharusnya seorang praktisi Dafa.
Setelah perubahan ini, saya menemukan bahwa dendam saya lenyap. Semua perpisahan sirna, dan hal-hal yang dulu saya rasa tak tertahankan tidak lagi mengganggu saya. Saya sekarang dapat melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya dan memahami kesulitan-kesulitannya.
Saya menyadari bahwa saya tidak lagi peduli apakah dia memperlakukan saya dengan baik atau tidak, saya juga tidak peduli bagaimana dia memandang saya, karena saya mengerti bahwa perilaku apa pun yang tidak sesuai dengan jati dirinya bukanlah dirinya; itu hanyalah hasil dari keterikatan yang dimilikinya, keinginan manusia, dan gangguan eksternal. Hal-hal inilah yang nyata di hadapanku. Mengapa saya harus membencinya?!
Saya jadi paham bahwa akar dari perasaan dirugikan terletak pada keegoisan. Dalam konflik apa pun, bahkan rasa ketidakadilan sekecil apa pun, adalah sesuatu yang harus kita singkirkan, karena sentimen manusia pasti ada di baliknya.
Setelah menyelaraskan diri dengan Fa, saya menyadari bahwa kami berdua telah berubah secara mendalam. Konflik-konflik itu lenyap, dan digantikan oleh harmoni alami di mana kami benar-benar dapat saling bertoleransi.
Kemudian saya menyadari: karena saya tidak meminta apa pun saat kami menikah, secara tidak sadar saya merasa dia seharusnya memperlakukan saya dengan lebih baik. Namun kenyataannya, justru sebaliknya: dia menyakiti saya dengan segala cara.
Saya tidak pernah meminta apa pun darinya dan tidak pernah menuntut apa pun darinya, namun dia memperlakukan saya seperti ini. Jadi saya merasa kesal dan getir. Justru pikiran dangkal inilah, "Saya tidak pernah meminta apa pun darinya," yang menutupi keyakinan mendalam bahwa, "Dia seharusnya memperlakukan saya dengan baik."
Ketika saya berhenti memedulikan sikapnya terhadap saya, semuanya menjadi tenang. Saya menyadari bahwa, selama praktisi berkultivasi sesuai Fa dan menyikapi segala sesuatu dengan pikiran lurus, lingkungan apa pun dapat diperbaiki.
Saya juga merenungkan konflik antar-praktisi—bukankah prinsip yang sama juga berlaku di sini? Apakah manifestasi yang menyimpang dari Fa itu benar-benar bagian dari jati diri mereka yang sebenarnya, atau hanya sekadar konsep yang terbentuk? Mengapa kita harus menyimpan dendam terhadap hal-hal seperti itu? Bukankah dendam itu sendiri adalah konsep yang harus kita singkirkan? Kita semua adalah dewa dari alam yang tinggi, jadi kita tidak bisa terus-menerus memandang segala sesuatu dari perspektif manusia.
Kita tidak sedang melakukan kultivasi pribadi; kita sedang melakukan kultivasi masa pelurusan Fa. Praktisi harus meluruskan segala sesuatu yang tidak benar dalam diri kita dan menempatkan diri kita dengan tepat. Bukankah prinsip-prinsip Dafa di tingkat manusia mencakup persyaratan peran anggota keluarga, seperti kasih sayang seorang ibu dan anak-anak yang menghormati orang tua mereka? Saya tidak akan mengabaikan tanggung jawab saya, tetapi untuk tanggung jawab yang menjadi milik orang lain, merekalah yang harus mengurusnya.
Sisi yang mengerti dari anggota keluarga praktisi seharusnya mendukung. Kita harus dengan jelas membedakan bahwa kata-kata atau tindakan negatif apa pun yang muncul pada dasarnya bukanlah mereka—melainkan unsur-unsur jahat yang sedang bekerja. Kita harus segera melenyapkan unsur-unsur ini dengan pikiran lurus, lalu mengklarifikasi fakta untuk mencegah mereka berbuat dosa terhadap Dafa. Ini juga merupakan tindakan belas kasih, yang berarti menyelamatkan mereka.
Saya pernah memikirkan mereka yang menolak mendengarkan kebenaran dan yang berbicara kasar terhadap praktisi Dafa. Ini bukanlah niat mereka yang sebenarnya, melainkan hasil dari konsep yang mereka peroleh dan campur tangan kekuatan lama. Ini seperti wayang: kekuatan sesungguhnya yang sedang bekerja adalah tangan-tangan di balik boneka. Kita tidak boleh tertipu oleh ilusi yang dangkal dan salah mengira hal-hal itu sebagai orang-orang itu sendiri.
Mengutip seorang rekan praktisi, "Pola pikir egois yang berfokus pada kultivasi pribadi sangat mengganggu praktisi Dafa selama masa Pelurusan Fa saat ini."
Dari pengalaman saya sendiri dalam mengatasi kesengsaraan keluarga, saya menyadari bahwa kita harus dengan jelas membedakan antara kultivasi pribadi dan kultivasi masa Pelurusan Fa. Kita harus benar-benar meningkatkan diri melalui Fa dan membantu Guru dalam menyelamatkan makhluk hidup.
Seluruh konten dilindungi oleh hak cipta © 1999-2025 Minghui.org